Kamis, 10 Oktober 2013

Tujuan Taksonomi Pendidikan

Bab I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
            Sejalan dengan perkembangan zaman. Ranah perkembangan pendidikan pun semakin berkembang. Dengan hal itu maka strategi pembelajaran pun harus dikembangkan dari yang sebelumnya. Dengan tujuan untuk mencapai kesuksesan dalam pembelajaran agar para siswa yang dididik semakin terampil dan siap dalam persaingan diera yang modern ini.
            Kurikulum pun harus dikembangkan dengan cara yang lebih baik agar  setiap tujuan dari pendidikan akan tercapai. Dalam mendidik siswa yang harus diperhatikan adalah bagaimana seorang guru dapat mengoptimalkan kemampuan siswa dalam memcerna materi pembelajaran. Pengembangan kurikulum pun harus sesuai dengan tujuan dari diadakannya kurikulun tersebut.
B. Tujuan Penulisan
            Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan taksonomi tujuan pendidikan dan rumus-rumusnya.
C. Manfaat
            Adapun manfaat yang diperoleh yaitu pembaca dapat lebih mengerti dan memahami taksonomi tujuan pendidikan.








Bab II
PEMBAHASAN
A.      Taksonomi Tujuan Pendidikan
Taksonomi tujuan pendidikan merupakan suatu kategorisasi tujuan pendidikan, yang umumnya digunakan sebagai dasar untuk merumuskan tujuan kurikulum dan tujuan pembelajaran. Taksonomi tujuanpendidikan terdiri dari domain-domain kognitif, afektif, dan psikomotorik.
(http://zuwaily.blogspot.com/2013/04/taksonomi-tujuan-pendidikan.html#.UjkSj39F-XQ), (Hamalik O. 1994. Kurikulim dan Pembelajaran. Bumi Aksara: Jakarta )
Berbicara tentang taksonomi perilaku siswa sebagai tujuan belajar, saat ini para ahli pada umumnya sepakat untuk menggunakan pemikiran dari Bloom (Gulo, 2005) sebagai tujuan pembelajaran, yang dikenal dengan sebutan taksonomi Bloom (Bloom’s Taxonomy). (http://catarts.wordpress.com/2012/06/15/taksonomi-tujuan-pendidikan-bloom/ ).
1.       Matra kognitif
Matra kognitif menitikberatkan pada proses intelektual. Bloom mengemukakan jenjang-jengang tujuan kognitif, sebagai berikut :
a. Pengetahuan. Pengetahuan merupakan pengingatan bahan-bahan yang telah dipelajari, mulai dari fakta sampai teori, yang menyangkut informasi yang bermanfaat, seperrti : istilah umum, fakta-fakta khusus, metode dan prosedur, konsep dm prinsip.
b. Pemahaman. Pemahaman adalah abilitet untuk menguasai pengertian. Pemahaman tampak pada alih bahan dari suatu bentuk  lainnya, penafsiran dan perkiraan. Contoh : memahami fakta dan prinsip, menafsirkan bahan lisan, menafsirkan bagan, menerjemahkan bahan verbal ke rumus matematika.
c. Penerapan ( aplikasi ). Penerapan adalah abilitet untuk menggunakan bahan yang telah dipelajari ke dalam situasi baru yang nyata,  meliputi : aturan, metode, konsep, prinsip, huskum, teori. Contoh : melaksanakan konsep dan prinsip ke situasi baru, melaksanakan hukum dan teori ke situasi praktis, mempertunjukkan metode dan prosedur.
d. Analisis ( pengkajian ).  Analisis adalah abilitet untuk merinci bahan menjadi bagian-bagian supaya struktur organisasinya mudah dipahami, meliputi identifikasi bagian-bagian, mengkaji hubungan antara bagian-bagian, mengenali prinsip-prinsip organisasi. Contoh : menyadari asumsi-asumsi , menyadari logika dalam pemikiran, membedakan fakta dan inferensi.
e. Sintesis. Sintesis adalah abilitet mengkombinasikan bagian-bagian menjadi suatu keseluruhan baru, yang menitikberatkan pada tingkah laku kreatif dengan cara memformulasikan pola dan struktur baru. Contoh: menulis ceita pendek yang kreatif, menyusun rencana eksperimen, menggunakan bahan-bahan untuk memecahkan masalah.
f. Eevaluasi. Evaliasi adalah anilitet untuk mempertimbangakan nilai bahan untuk maksud tertentu berdasarkan kriteria internal dan kriteria ekternal. Contoh : mempertimbangakan konsistensi bahan tertulis, kemantapan suatu konklusi berdasarkan data, nilai suatu pekerjaan  berdasarkan kriteria  internal dan/atau eksternal.
(Hamalik O. 1994. Kurikulim dan Pembelajaran. Bumi Aksara: Jakarta)
2.       Mantra Afektif
Matra  afektif adalah sikap, perasaan, emosi dan karakteristik moral yang merupakan aspek-asek penting perkemabangan siswa. Krathwohl, Bloom, dan Masia, mengembangkan hierarki matra ini, yang terdiri dari :
a. Penerimaan (receiving): suatu keadaan sadar, kemauan untuk menerima, perhatian terpilih. Contohnya : siswa mempertunjukkan kemampuan untuk mendengarkan rekaman music  rock, tetapi mengekspresikan perasaan yang lemah terhadap music tersebut.
b. Sambutan  ( responding ) : suatu sikap terbuka kearah sambutan ; kemauan untuk merespon; kepuasan yang timbul karena sambutan. Misalnya : siswa memutuskan untuk merespon pada lagu yang disajikan dan mengalami kesenangan /kepuasan karenanya.
c. Menilai (valuing) : penerimaan nilai-nilai, preferensi terhadap suatu nilai, membuat kesepakatan berhubungan dengan nilai. Contoh : siswa menilai music dangdut, menghubungkannya dengan system penilaian sendiri, dan membentuk suatu kesepakatan sehubungan dengan pentingnya music tersebut.
d. Organisasi (organization) : suatu konseptualisasi tetang suatu nilai, suatu organisasi dari suatu system nilai. Contoh : siswa menyatuhkan aspirasinya yang baru menjadi/ke dalam system nilainya sendiri mengenai musik atau kulturnya sendiri.
e. Karakterisasi dengan suatu konsep nilai : suatu formasi mengenai perangkat umum, suatu manifestasi dari pada kompleks nilai. Contoh : siswa menyatuhkan nilai music ke dalam kehidupan pribadi dan menerapkan konsep tersebut pada hobi pribadinya, atau minat atau kariernya.
Tingkat-tingkat  pada hierarki ini tampak kurang jelas perbedaannya antara yang satu dengan yang lainnya dan kurang tampak pada siswa, lain halnya pada matra kognitif.
(Hamalik O. 1994. Kurikulim dan Pembelajaran. Bumi Aksara: Jakarta)
3. Matra Psikomotorik
            Matra psikomotorik adalah kategori ketiga tujuan pendidikan, yang menunjuk pada gerakan-gerakan jasmaniah dan control jasmaniah. Kecakapan-kecakapan fisik dapat berupa pola-pola gerakan atau keterampilan fisik yang khusus atau aturan keterampilan. Jenis tingkah laku umum dalam matra psikomotorik menurut Singer dan Dick (1974) terdiri dari :
a. contacting, manipulating, and/or moving object;
b. controlling the ody or object, as in balancing;
c. moving and/on controlling the body or parts of the body in space in a brief timed act or sequence under predictable and/or unpredictable conditions;
d. making controlled, appropriate sequential movements ( not time restriced) in a predictable and/or unpredictable and changing situation.
            Struktur hierarki tujuan-tujuan psikomotorik dikembangkan oleh Elizabeth Simpson (1966-67), sebagai berikut :
1. Persepsi ( perception ). Penggunaan lima organ indra  untuk memperoleh kesadaran tentang tujuan dan untuk menerjemahkan menjadi tindakan (action ). Contoh : ketika bermain volly ball, siswa menggunakan penglihatan, pendengaran, dan stimulasi untuk menyadari unsur-unsur fisik dari pada permainan itu.
2. Kesiapan (set ). Dalam keadaan siap untuk merespon secara mental, fisik, dam emosional. Contoh : seorang siswa menunjukkan kesiapan fisik dan sikap untuk melalukan kegiatan, misalmya siap start berengang.
3. Respons terbimbing ( guided response ). Bantuan yang diberikan kepada siswa melalui pertunjukan peran model, misalnya setelah guru mendemonstrasiakan  suatu bentuk tingkah laku, lalu siswa mempraktikannya sendiri.
4. Mekanisme. Respons fisik yang telah dipelajari menjadi kebiasaan misalnya menunjukkan keterampilan kerja kayu setelah mengalami pelajaran sebelumnya.
5. Respons yang unik ( complex overt response ). Suatu tindakan motoric yang rumit dipertujukkan dengan terampil dan efisien. Misalnya, setelah siswa latihan mengetik, maka dia dapat melaksanakan tugas-tugas yang ditunjukkan secara lengkap tanpa kesalahan dan kecelakaan tinggi.
6. Adaption. Mengubah respons-respons dalam situasi-situasi yang baru. Misalnya, setelah mempelajari bermain basket ball, siswa menerapkan keterampilan-keterampilan yang telah dipelajari itu dalam bermain basket.
7. Originasi. Menciptakan tindakan-tindakan baru. Misalnya setelah menyelesaikan pelajaran cara terjun ke dalam kolam, siswa menciptakan cara-cara terjun baru dengan menkombinasikan keterampilan yang telah dipelajari dengan eksperimen fisik.
(Hamalik O. 1994. Kurikulim dan Pembelajaran. Bumi Aksara: Jakarta)
B.     Rumus ABCD
      Menurut Oemar Hamalik (2005) bahwa komponen-komponen yang harus terkandung dalam tujuan pembelajaran, yaitu (1) perilaku terminal, (2) kondisi-kondisi dan (3) standar ukuran. Hal senada dikemukakan Mager (Hamzah B. Uno, 2008) bahwa tujuan pembelajaran sebaiknya mencakup tiga komponen utama, yaitu: (1) menyatakan apa yang seharusnya dapat dikerjakan siswa selama belajar dan kemampuan apa yang harus dikuasainya pada akhir pelajaran; (2) perlu dinyatakan kondisi dan hambatan yang ada pada saat mendemonstrasikan perilaku tersebut; dan (3) perlu ada petunjuk yang jelas tentang standar penampilan minimum yang dapat diterima.
Merujuk pada tulisan Hamzah B. Uno (2008) berikut ini dikemukakan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli. Robert F. Mager (1962) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran adalah perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu.  Kemp (1977) dan David E. Kapel (1981) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Henry Ellington (1984) bahwa tujuan pembelajaran adalah pernyataan yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar
   Sementara itu, Oemar Hamalik (2005) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsung pembelajaran. Berkenaan dengan perumusan tujuan yang berorientasi performansi, Dick dan Carey (Hamzah Uno, 2008) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran terdiri atas: (1) tujuan harus menguraikan apa yang akan dapat dikerjakan atau diperbuat oleh anak didik; (2) menyebutkan tujuan, memberikan kondisi atau keadaan yang menjadi syarat yang hadir pada waktu anak didik berbuat; dan (3) menyebutkan kriteria yang digunakan untuk menilai unjuk perbuatan anak didik yang dimaksudkan pada tujuan.
      Pada bagian lain, Hamzah B. Uno (2008) mengemukakan tentang teknis penyusunan tujuan pembelajaran dalam format ABCD.
·       A = Audience (petatar, siswa, mahasiswa, murid dan sasaran didik lainnya), adalah pelaku yang menjadi kelompok sasaran pembelajaran, yaitu siswa. Dalam TPK harus dijelaskan siapa siswa yang mengikuti pelajaran itu. Keterangan mengenai kelompok siswa yang akan manjadi kelompok sasaran pembelajaran diusahakan sespesifik mungkin. Misalnya, siswa jenjang sekolah apa, kelas berapa, semester berapa, dan bahkan klasifikasi pengelompokan siswa tertentu. Batasan yang spesifik ini penting artinya agar sejak awal mereka yang tidak termasuk dalam batasan tersebut sadar bahwa bahan pembelajaran yang dirumuskan atas dasar TPK itu belum tentu sesuai bagi mereka
Mungkin bahan pembelajarannya terlalu mudah, terlalu sulit. Atau tidak sesuai dengan kebutuhannya. Dalam pembelajaran berwawasan gender, penyebutan siswa perempuan dan siswa laki-laki alam TPK kadangkadang ditekankan, terutama jika jenis perilaku yang menjadi target belajar bagi kedua jenis kelamin dibedakan levelnya, misalnya dalam pelajaran olahraga. Begitu pula, dalam pembelajaran terhadap kelas yang dibagi atas beberapa kelompok yang bahan pembelajarannya diklasifikasi atas dasar kemampuan individu siswa, maka penyebutan klasifikasi siswa tersebut juga perlu tercantum pada TPK masing-masing.
·       B = Behavior (perilaku yang dapat diamati sebagai hasil belajar), adalah perilaku spesifik khusus yang diharapkan dilakukan siswa setelah selesai mengikuti proses pembelajaran. Perilaku ini terdiri atas dua bagian penting, yaitu kata kerja dan objek. Kata kerja menunjukkan bagaimana siswa mempertunjukkan sesuatu, seperti: menyebutkan, menganalisis, menyusun, dan sebagainya. Objek menunjukkan pada apa yang akan dipertunjukkan itu, misalnya contoh kalimat pasif, kesalahan tanda baca dalam kalimat, karangan berdasarkan gambar seri, dsb. Komponen perilaku dalam TPK adalah tulung punggung TPK secara keselutuhan. Tanpa perilaku yang jelas, komponen yang lain menjadi tidak bermakna.
·       C = Condition (persyaratan yang perlu dipenuhi agar perilaku yang diharapkan dapat tercapai, adalah kondisi yang dijadikan syarat atau alat yang digunakan pada saat siswa diuji kinerja belajarnya. TPK yang baik di samping memuat unsur penyebutan audiens (siswa sebagai sasaran belajar) dan perilaku, hendaknya pula mengandung unsur yang memberi petunjuk kepada penyusun tes mengenai kondisi atau dalam keadaan bagaimana siswa diharapkan mempertunjukkan perilaku yang dikehendaki pada saat diuji.
·       D = Degree (tingkat penampilan yang dapat diterima), adalah derajat atau tingkatan keberhasilan yang ditargetkan harus dicapai siswa dalam mempertunjukkan perilaku hasil belajar. Target perilaku yang diharapkan dapat berupa: melakukan tanpa salah, dalam batas waktu tertentu, pada ketinggian tertentu, atau ukuran tingkatan keberhasilan lainnya. Tingkat keberhasilan ditunjukkan dengan batas minimal dari penampilan suatu perilaku yang dianggap dapat diterima. Di bawah batas itu, siswa dianggap belum mencapai tujuan pembelajaran khusus yang telah ditetapkan.
Contoh rumusan tujuan pembelajaran dalam pembelajaran ekonomi. Setelah mengikuti kegiatan pembelajaran diharapkan:
Ranah Kognitif:
Siswa kelas I dapat menjelaskan ciri-ciri pasar persaingan sempurna dengan benar
              A                                B                                   C                                        D              
setelah mendengarkan penjelasan guru.
C
Ranah Afektif:
Setelah mendengarkan uraian guru mengenai teori permintaan diharapkan siswa kelas I dapat
                                                 C                                                                          A
menjabarkan teori permintaan 80%
                                                       B                                        D
Ranah Psikomotorik:
Siswa kelas II dapat mengidentifikasikan masalah inflasi dengan benar
                            A                                              B                                        D
setelah membaca dari situs internet.
C
Meski para ahli memberikan rumusan tujuan pembelajaran yang beragam, tetapi semuanya menunjuk pada esensi yang sama, bahwa: (1) tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku atau kompetensi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran; (2) tujuan dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau deskripsi yang spesifik. Yang menarik untuk digaris bawahi yaitu dari pemikiran Kemp dan David E. Kapel bahwa perumusan tujuan pembelajaran harus diwujudkan dalam bentuk tertulis. Hal ini mengandung implikasi bahwa setiap perencanaan pembelajaran seyogyanya dibuat secara tertulis (written plan).
http://catarts.wordpress.com/2012/06/15/taksonomi-tujuan-pendidikan-bloom/















Bab III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Taksonomi tujuan pendidikan merupakan suatu kategorisasi tujuan pendidikan, yang umumnya digunakan sebagai dasar untuk merumuskan tujuan kurikulum dan tujuan pembelajaran. Taksonomi tujuan pembelajaran terdiri dari domain-domain kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ketiga domain atau ranah ini harus dilaksanakan secara bersama-sama dan seimbang demi menciptakan siswa yang berpengetahuan, aktif, dan yang berketerampilan tinggi.

B.      Saran
Saran dari kami kelompok agar kita sebagai calon guru agar dapat menerapkan domain domain atau ranah ini di mana kita akan mengabdi nanti sehingga akan melahirkan siswa yang berbidi pekerti dan juga berakhlak mulia.


           











DAFTAR PUSTAKA

Hamalik O. 1994. Kurikulim dan Pembelajaran. Bumi Aksara: Jakarta


1 komentar: