MANUSIA MENURUT ALKITAB DAN
APLIKASINYA BAGI PRINSIP BELAJAR
|
Oleh: B.S. Sidjabat
Manusia dalam pandangan Alkitab.
Untuk
lebih jelasnya, marilah kita pertimbangkan sejumlah informasi Alkitab
mengenai siapa dan apa manusia itu.
Kejadian 1:26,27 menjelaskan bahwa manusia adalah ciptaan Allah yang membawa
rupa dan gambar-Nya. Kalau Allah berpribadi, maka manusia juga
berpribadi. Allah memberikan berbagai potensi dalam diri manusia, seperti
kemampuan berkomunikasi, berpikir, merasakan, juga berbuat, agar
mempermuliakan Dia.
Kejadian 2:7 mengemukakan bahwa manusia yang diciptakan Allah itu terbentuk
dari debu tanah dan padanya dihembuskan nafas kehidupan (Ibr. nefes hayyah).
Jika demikian, manusia sebagai individu (pribadi) memiliki dimensi fisik
(jasmani) yang terikat kepada alam. Disamping itu, manusia memiliki aspek
non-fisik atau rohani (spiritual). Adanya nefes hayyah itu
membuat manusia membutuhkan Allah di dalam seluruh kehidupannya.
Markus
12:29,30 menegaskan perkataan Yesus agar kita mengasihi Allah dengan segenap
hati, jiwa, kekuatan dan akal budi. Itu berarti pada diri manusia
terkandung aspek lahirian dan non lahiriah; aspek material dan non-material
dalam satu kesatuan. Hati biasanya dianggap sebagai pusat kehidupan dalam
diri manusia, tempat pertimbangan, perasaan, dan sikap, juga kehendak.
Jiwa, biasanya diartikan sebagai perasaan. Kekuatan terkait dengan fisik,
jasmani, penginderaan, sistem syaraf dan endokrin. Akal budi merupakan komponen
yang membuat manusia mengerti dan memahami.
Lukas
2:40,52 menjelaskan bahwa Tuhan Yesus bertumbuh dalam fisiknya, dalam
hikmatnya, dalam spiritual dan dalam aspek sosialnya. Kalau mau bertumbuh
dalam keutuhan, maka kita harus mengakifkan semua dimensi itu.
1
Tesalonika 5:23 mengemukakan uacapan berkat rasul Paulus. Di dalamnya
terkandung konsep manusia terdiri dari tubuh, jiwa dan roh. Tubuh
berkaitan dengan pancaindera. Jiwa sering diartikan terkait dengan pikiran
(akal), emosi (perasaan), dan kehendak (will). Roh (pneuma – Yun)
terkait dengan dimensi yang membuat kita mampu meresponi komunikasi Allah
yang adalah roh adanya (Yoh 4:24).
Ibrani
4:12 mengindikasikan bahwa manusia memiliki roh dan jiwa; itu berarti aspek
roh (pneuma) memiliki perbedaan dengan jiwa (psyche). Menurut
pendapat saya, roh manusia berhubungan dengan Tuhan. Jiwa terkait
dengan diri sendiri dan lingkungan sosial kita. Efek dari lingkungan
kita responi melalui jiwa – akal, pikiran, kehendak.
Ibrani 9:14
menunjukkan bahwa manusia juga memiliki suara hati yang perlu disucikan oleh
darah Kristus dari segala kejahatan supaya dapat beribadah kepada Dia dengan
benar. Roma 2:14,15; 9:1 menegaskan bahwa suarahati (Yun. syneidesis)
menjadi tanda bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan.
Ada
banyak nats Alkitab yang juga berbicara tentang suara hati ini seperti
dalam Roma 13:5; 1 Kor 8:7,10,12; 10:28,29; 2 Kor 4:2; 1 Petr 2:19; Kis
23:1; 24:16; 1 Tim 1:5,19; 3:9; 4:2; 2 Tim 1:3; Ti 1:15; Ibr 10:22; 13:18; 1
Petr 3:16,21. Kalau demikian apa artinya hal ini bagi aktivitas belajar?
Ruth
Beechick dalam tulisannya A Biblical Psychology of Learning (Accent
Books, 1982) mengemukakan bahwa dalam Alkitab terdapat 800 lebih istilah
hati, sedangkan pikiran hanya sekitar 80 kali. Itu berarti, menurut Beechick,
hati sangat sentral dalam kegiatan belajar. Hati anak didik atau
pelajar harus dipersiapkan dimotivasi, supaya memiliki ketetapan (heart set),
komitmen untuk belajar dan berdisiplin, sehingga hatinya sangat mengasihi
Tuhan. Pikiran diaktifkan melalui informasi. Dalam pemahaman Beechick,
kasih dan penerimaan orangtua atau guru amat sentral dalam menyiapkan hati
anak untuk giat mencari dan mempertimbangkan informasi yang didengar dan
dibacanya.
Aplikasi untuk prinsip belajar.
Dari
keterangan di atas dapat saya kemukakan beberapa prinsip belajar bertolak
dari konsep manusia, menurut ajaran Akitab. Pertama, manusia mahluk
berdimensi fisik (jasmani), yang menurut sains memiliki syaraf, kelenjar,
kerangka, sistem pencernaan, sistem pernafasan, sistem sirkulasi, sistem
pembuangan. Kesehatan fisik mempengaruhi aktivitas belajar.
Penginderaan penting dalam kegiatan belajar; informasi diperoleh lewat
pengideraan dan kita membentuk persepsi, bahkan mengingat apa yang kita
anggap berkesan dan bermakna.
Kedua,
manusia mahluk sosial. Ia membutuhkan sesamanya, baik sejenis maupun
lawan jenisnya (Kej 2:18,24,25). Orangtua dan anak saling melengkapi
dalam kegiatan belajar di dalam perjalanan hidup mereka. Manusia saling
mengasah, demikian tegas Amsal (27:17); juga ada efek pergaulan terhadap
kepribadian dan watak orang.
Keluarga merupakan komunitas primer dalam pembelajaran manusia. Anak diajar
oleh orangtuanya sebelum memasuki tetangga, sekolah dan gereja.
Berbagai keterampilan dasar dipelajari anak dalam keluarga – pola-pola
komunikasi dan disiplin serta nilai hidup. Bahasa juga dipelajari dalam
konteks ini.
Dalam
Perjanjian Baru, komunitas orang percaya (gereja) sangat ditekankan dalam
rangka pembelajaran (Kis 2:42-47; Kol 3:15-16; Ibr 10:24,25). Iman bertumbuh
dalam interaksi komunitas, yang beribadah kepada Tuhan, juga aktif berdoa dan
saling melayani. Yesus mengatakan bahwa perkumpulan orang percaya wadah
kehadiran-Nya (Mat 18:19,20). Dia datang untuk membangun jemaat-Nya di bumi
(Mat 16:18). Aneh bila ada tendensi orang percaya ingin belajar tetapi
memisahkan diri dari komunitas.
Ketiga,
manusia mahluk alam. Itu berarti alam juga mempengaruhi manusia dalam
kegiatan belajar. Kitab Amsal menegaskan agar manusia belajar kepada
alam, tumbuhan dan binatang – semut, cicak, pelanduk, belalang, dll.
Yesus juga memakai cerita alam untuk mengajarkan Kerajaan Allah – penabur
benih; biji sesawi; nelayan dan pukat; pembuat adonan; juga tindakan mengubah
air menjadi anggur atau memberi makan 5000 orang dengan lima roti dan dua
ikan. Yesus mengajar murid-murid di berbagai lokasi, di perahu, di tepi
danau, di atas bukit, di rumah, di sinagog, dll. Di malam hari, Yesus
beristirahat, karena begitulah hukum alam yang harus ditaati dimana kita
beristirahat.
Keempat,
manusia mahluk rasional. Pikiran atau akal budi harus digunakan bagi
kemuliaanNya. Belajar merupakan aktivitas nalar. Pola nalar harus
dikembangkan supaya memahami dengan baik dan benar. Pikiran harus
mendapat pembaruan (Rom 12:2). Pikiran harus dilatih untuk hal positif (Fil
4:4).
Kelima,
manusia mahluk spiritual. Roh manusia aktif dalam belajar untuk pertumbuhan
imannya. Ketika roh manusia didiami oleh Roh Allah, dipenuhi,
dipimpinNya, maka ia semakin memahami kebenaran dan hidup sesuai kebenaran
Tuhan. Roh itu memampukan roh manusia mengerti perkara-perkara
iman. Roh itu menumbuhkan akhlak moral (Gal 5:22-23).
Keenam,
manusia mahluk bersuara hati. Jika demikian maka pembentukan suara hati
sangat perlu kita perhatikan dalam belajar. Kalau suara hati orang
lemah maka semangat dan keputusannya juga lemah. Suara hati harus disucikan
oleh darah Kritus. Suara hati harus tunduk pada otoritas Yesus. Suara hati
harus diperkaya oleh firman Tuhan.
Jadi,
belajar menurut konsep Alkitab sangat kompleks, dan berlangsung dalam setiap
detik kehidupan kita. Satu hal penting lagi, bahwa tujuan belajar
manusia ialah mengenal Allah Tritunggal yang kudus, hingga mengasihi Dia
dengan segenap hati, jiwa, kekuatan dan akal budi, juga dengan suara hati
yang bersih. Seperti Allah berbicara dengan berbagai cara kepada
manusia (Ibr 1:1-3), manusia juga belajar mengenal Dia, mengenal dirinya,
serta mengenal sesama dan lingkungannya dengan berbagai pendekatan. Peniruan,
pembiasaan, aktivitas mendengar, melihat, mencercap, mencium, menyentuh,
melakukan, juga merasakan, semua penting dalam kegiatan belajar. Kreativitas
menjadi sangat penting dalam kehidupan ini.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar